Kembali Jelajah Pulau Penang Pasca Pandemi 2022
Tidak terasa pandemi Covid-19 telah kita jalani selama 2 tahun dan selama itu juga semua orang diseluruh dunia mengalami pembatasan perjalanan. Memang pandemi kali ini paling dahsyat dalam era hidup manusia di zaman modern di abad ke 22. Terlebih lebih perjalanan ke negeri jiran yang biasa sobat Klayapan dan pada umumnya dilakukan masyarakat Sumatera Utara lakukan sebelum masa pandemi.
Pulau Penang, dikenali sebagai sebagai kota yang paling sering dikunjungi, terutama untuk perjalanan pengobatan (medical tourism). Salah satu negara bagian Malaysia dengan jarak penerbangan paling dekat dengan Medan. Cukup dengan waktu penerbangan 40 menit dan biaya tiket pesawat yang lebih murah dari penerbangan dalam negeri, bahkan yang terdekat sekalipun. Hal sederhana yang saya dapat bandingkan dengan penerbangan ke Nias 2 bulan yang lalu. Tiket sekali jalan ke Nias bisa digunakan sebagai tiket PP (Pulang Pergi) ke Penang dan masih ada lebihnya lagi. Bagaimana persaingan biaya penerbangan ini dapat meningkatkan pariwisata dalam negeri? Tentunya orang akan memilih perjalanan keluar negeri yang lebih murah dan lebih bergengsi.
Nilai ekonomis ini menyebabkan orang di provinsi Aceh, Sumut dan Riau lebih memilih bepergian ke negara Malaysia, baik untuk tujuan wisata maupun pengobatan. Selain murah, semua bentuk kehidupan, baik bahasa maupun makanannya, masih cocok dan dekat dengan kondisi sehari-hari kehidupan kita. Pengalaman dan testimoni orang-orang yang sudah berobat kesana, selama 20 tahun terakhir ini, benar-benar memberikan kepuasan dan mendapatkan perlakukan yang sangat baik bilang dibandingkan pengobatan mereka di dalam negeri. Para pasien dan keluarganya lebih yakin dan percaya dengan pengobatan di Penang.
Di bulan September 2022 ini saya mendapat kesempatan lagi jelajah Pulau Penang setelah 2 tahun. Tujuannya memang untuk ketemu dokter yang jadwalnya sudah tertinggal 2 tahun. Dalam bayangan saya rumah sakit di Penang pasti lagi kebanjiran pasien setelah adanya pembebasan masuk ke negaranya. Dan itu memang terjadi di Penang Adventis Hospital (PAH) yang sudah sekian lama tidak pernah saya kunjungi.
Perjalanan kali ini hanya beberapa hari dan lebih memilih jelajah jarak dekat, karena tidak punya niat untuk jelajah dengan jarak yang lebih jauh. Terlebih kali ini tidak membawa kamera dan lensa apapun, hanya berbekal kamera handphone. Entah kenapa dunia ini terasa lebih nyaman tanpa beban berat seperti biasanya.
Sedikit terasa aneh ketika mulai mendarat, serasa perlu pengenalan di awal lagi. Situasi dan kondisi lapangan sepertinya perlu beradaptasi lagi. Baru tahu harga taxi lumayan mahal untuk ke Kota. Baik taxi resmi maupun taxi gelap. Dulunya juga sama sih… Cuma karena terbiasa, jadi sudah tahu apa yang harus dilakukan ketika sudah mendarat di bandara.
Long Weekend
Kami ditawari taxi gelap seharga RM.45 (sekitar Rp. 157.500). Secara umum mungkin tidak berbeda dari 2 tahun yang lalu. Coba cari grab, sekarang lebih trend dengan aplikasi taxi online. Namun ketika lagi ramai, tidak ada driver yang respon. Mungkin jumlah driver grab tidak terlalu banyak di sekitar bandara. Apalagi waktu setempat sudah menunjukkan pukul 21.00.
Kondisi ini juga sama seperti di kota-kota besar di Indonesia ketika di jam-jam sibuk. Akhirnya saya bersama istri coba menuju halte bus yang kelihatan dari jalan. Menunggu bus, bukan pekerjaan yang mudah, sambil belajar melalui google map, ketika kita memilih tujuan (direction) menggunakan bus, akan muncul pilihan nomor-nomor bus yang menjadi alternatif menuju ke lokasi yang kita inginkan. Cukup menarik untuk dipelajari. Sehingga saya tahu bus 401 E itu yang akan melintas di bandara. Paling mudah arahkan saja ke Komtar (gedung dan kawasan yang paling diketahui semua orang dan menjadi patokan tujuan), biaya bus RM2,8 per orang. Sampai di Komtar nanti baru pesan grab.
Kebetulan sekali ini kami sudah booking di hotel Malaysia yang di jalan Pulau Penang. Salah satu hotel lama tentunya, yang jarang orang Indonesia yang menempatinya. Saya belum pernah tinggal hotel ini, kenapa? Karena saya salah memilih jadwal keberangkatan ke Penang. Tgl 16 September adalah hari Malaysia (Malaysia Day), hari libur umum di Malaysia. Di tempat kita disebut tanggal merah. Bertepatan di hari Jumat lagi, jadilah long weekend untuk masyarakat lokal. Sehingga semua tempat penginapan jadi mahal dan penuh. Rumah sakit pun tidak menerima konsultasi dokter di hari tersebut. Tempat penginapan jadinya semua penuh dan tentunya makin mendekat makin mahal. Sulit untuk menemukan harga murah lagi.
Kuliner George Town dan Sekitarnya
Lupakan soal salah pilih tanggal, mari kita jajal kulinernya. Banyak orang ke Penang ingin kuliner street food nya. Bagi saya tidak terlalu istimewa, “dari pada daripada” saja kata orang. Beberapa kuliner yang saya jajal diantaranya (beberapa diantaranya tempat berulang) :
Gurney Drive Hawker Centre
Kuliner street food yang sudah lama dikenal dan salah satu tempat pilihan wisatawan Indonesia. Tanggal 17 September 2022 kami jelajahi lokasi ini dan masih sangat ramai. Sama seperti sebelum kondisi sebelum pandemi. Terletak di Gurney Drive, tepat di sebelah Gurvey Plaza dan Gurney Paragon. Disini tempat mangkalnya orang medan, karena tidak jauh dari lokasi rumah sakit pada umumnya.
Seperti biasa disini tersedia makanan lokal seperti Asam laksa, Fried Oyster, Char kue tiaw, Rojak pasembur, Wan Than Mie, Apem, Rojak, Mua Chi, Sotong cuttlefish, seafood, aneka juice, buah dan lain-lain. Seperti tempat makan pada umumnya di Penang, kita harus bayar dulu ketika makanan tiba, tidak ada istilah habis makan baru bayar.
Lebuh Kimberley
Seputaran jalan heritage George Town seperti Chulia, Kimberly, muntri, love lane, cintra terkenal dengan aneka ragam street foodnya dan termasuk yang kelas restoran. Makanan selera Timur tengah, India dan Melayu ada disini selain makanan Tionghoa. Beberapa Chinese food yang terkenal ada di seputaran jalan-jalan disini, seperti Tai Tung dan Tek Sen.
Selain makanan non halal seperti sop Ganeed, Nasi Kandar Line clear, Jawi House Café Gallery dan lain-lain. Disini saya coba kuay cheap daging bebek. Baru kali ini melihat kaki bebek disajikan sebagai menu makanan. Kalau kaki ayam sih sudah biasa. Ini bener-bener street food di pinggir jalan. Makanannya menggoda banget, buat yang suka makanan aneh-aneh. Ini asli tidak ditemukan di belahan manapun di Indonesia dan saya juga belum temukan di negara lain.
Honkey Food Corner, Kampung Malabar
Referensi kuliner sarapan umumnya ramai dikunjungi orang dan umumnya terjadi antrian panjang. Disini ketika kami sampai, tidak terlalu ramai. Menu makanan paginya terdiri dari Mix Pork soup (miso), fried fish bihun, miso soup, mixed pork porridge, dll. Berarti disini makannya non halal. Yang suka jeroan, disini banyak pilihannya. Harga makanannya mulai RM. 10,50.
Penang Road Famous Teochew Chendul
Ini sih… The legend chendul di Penang. Sebenarnya buat orang kita cendol itu makanan biasa, tidak ada yang istimewa. Entah kenapa di Penang kok jadi makanan berkelas dengan antrian yang sangat panjang. Semua orang rela ngantri semangkuk cendol di tengah panas matahari. Apalagi ketika sudah viral, semua orang merasa bangga mencobanya. Terlihat ada perubahan di sekitar jalan ini, mulai ramai toko-toko yang jualan makanan dan souvenir. Terkenalnya Teochew chendul mengangkat UMKM di sekitarnya. Karena umumnya yang datang kesana adalah wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
113 Duck Porridge Rice Koay Cheap, Lebuh Melayu
Disini sangat ramai, masih untung dikasih tempat duduk di gang sempit. Referensi dari teman yang wajib disinggahi. Menunya semua berasal dari bebek dan jeroan babi, artinya ini tempat makan yang non halal juga. Menu makanannya terdiri, Duck Porridge, duck meat kwetiau theng, kuay cheap duck meat, braised pork intestine, dll. Pagi ini yang makan memang lagi ramai dan yang belum kebagian tempat harus berdiri menunggu.
Restaurant Sup Hameed, Penang Road
Makanan lokal halal yang mirip dengan yang ada di Indonesia pada umumnya. Yang jualan adalah orang Malaysia keturunan India (Tamil). Ragam makanannya terdiri dari sup ayam, sup kambing, sop kaki kambing, sup burung puyuh, sup lembu, sup buntut, sup urat, sup lidah lidah, dll. Ketika saya minta nasi putih, orangnya terasa aneh melihat saya, tapi dikasih juga nasi putih seadanya. Rupanya orang lokal makan pakai roti tawar (Benggali bread) atau roti canai (cane). Harganya mulai dari RM 5. Boleh duduk didalam maupun diluar, kalau diluar itu di pinggir jalan (trotoar jalan). Jam bukanya menjelang malam dan makin malam makin ramai. Saya tidak duduk didalam, karena tidak terlalu terbiasa dengan bau ruangan dalam.
Sin Nam Huat Chicken Rice, Depan Rumah Sakit Adventis (PAH)
Rumah makan ini banyak cabangnya di Penang dan non halal. Kebetulan kami ke PAH, maka sekalian makan siangnya disini. Jam makan siang disini biasanya ramai dan penuh. Menu terkenalnya terdiri dari BBQ pork rice (babi panggang), chicken, roasted duck, nasi hainam, dll. Sama seperti tempat makan umumnya di Penang, gayanya seperti gaya kedai kopi, walaupun ukuran tokonya cukup luas (sekitar 2 ruko ukuran Medan).
Chowrasta Market, Jalan Chowrasta
Sebuah pasar di Penang, mungkin pasar yang paling besar di sana, mirip dengan pusat pasar di Medan. Ramainya di pagi hari, kami mampir kesini karena mau menjajal sarapan paginya. Ada 2 kali pagi kami makan disini. Sama seperti makanan di pasar umumnya, cuma disini lebih bersih kelihatannya. Sepertinya biasa, makanan lokal banyak tersedia disini, baik yang halal maupun non halal. Saya memilih chee cheong fun (Hongkong chee cheong fun), pegangan yang mirip di Medan, tapi tidak terlalu sama. Terbuat dari tepung beras, jangan tanya saya cara buatnya. Makanan lain seperti kwetiau goreng (char kwetiau), kuih kak (goreng lobak dengan telur), kari mie, wan tan mee, bubur, pop pia penang, mie ayam, dll.
Queensbay Mall, Sungai Nibong
Ketika sudah jalan ke mall, untuk menghemat waktu tentunya makan di dalam mall nya. Queensbay mall letaknya sangat jauh dari Georgetown. Kalau naik taxi atau grab tentunya akan sangat mahal. Mau murah harus naik bus. Hati-hati ketika pulang nya, karena bus yang lewat sini itu tidak banyak. Nunggu nya bisa lama. Bila mau hemat biaya makan di mall, pilihannya pasti ke foodcourt. Alternatif cari selamat dengan biaya murah untuk perut. Kalau di mall besar variasi makanannya sangat banyak dan biasanya juga penuh di jam makan. Apalagi di hari libur, keramaiannya akan berkali lipat.
Beberapa lokasi kuliner yang direferensikan teman, belum dapat kami coba, karena antrian panjang dan akan menghabiskan waktu hanya untuk menunggu antrian. Sehingga kami memutuskan untuk menghindari antrian panjang.
Tentang Air Asia
Entah kenapa jadwal penerbangan Air Asia sejak dibukanya kembali penerbangan ke Penang, jadwalnya di jam gawat, di jam malam dan tengah malam. Saya ambil jadwal jam 18.40 untuk keberangkatan dan jam 23.55 untuk kepulangan. Sialnya jadwal pulang yang sudah tengah malam ditunda sampai 2 kali. Penundaan pertama ke jam 01.05, berubah lagi ke jam 02.25 subuh. Bayangkan, airline sekelas Air Asia bisa seperti itu. Artinya pagi-pagi subuh kita baru akan sampai di rumah. Saya catat penerbangan tanggal 19 September 2022 pada hari kejadiannya. Baru pertama kali melihat dan mengalami semua toko di bandara Penang sudah tutup dan kami harus tidur-tiduran di ruang tunggu. Setelah jam 01 subuh, penumpang di berikan makan burger dan air mineral.
Penutup
Sekian dan terima kasih…