Klenteng Tien Sang Miau di Senggarang Berbalut Akar Pohon Beringin
Teringat dengan Angkor Thom , salah satu candi di Angkor Wat, lokasi shooting film Thomb ridernya Angelina Jolie. Candi yang dibangun di abad ke 14 itu juga dibalut oleh akar kayu yang sudah berumur ratusan tahun. Sampai sekarang menjadi destinasi internasional , cagar budaya yang terus dilestarikan.
Senggarang, yang terletak di Utara Teluk Riau merupakan bagian dari kawasan pemukiman penduduk yang ada di Pulau Bintan, propinsi kepri (Kepulauan Riau). Ibukota propinsi Kepri adalah Tanjung Pinang yang terkenal dengan kawasan pecinan-nya dan diyakini sebagai tempat pertama disinggahi dan didiami para imigran dari Tiongkok sebelum menyebar ke pulau – pulau lainnya di Kepri. Masyarakat setempat menyebut tempat ini dengan nama “Tua Po” (dalam bahasa Teo Chew artinya kota besar).
Budaya dan adat istiadat Tionghua masih sangat kental dipraktekkan di tempat ini. Mayoritas penduduknya menjalankan tradisi menurut kepercayaan Kong Hu Chu, walaupun masyarakatnya sudah ada yang beragama Kristen, Buddha maupun Islam. Peninggalan sejarah yang terlihat adanya 7 klenteng dan 2 vihara tempat ibadah umat Buddha dan Kong Hu Chu. Namun, toleransi beragama di Senggarang masih terawat dengan baik.
Mayoritas penduduk Senggarang beretnis tionghua dengan menggunakan bahasa Teo Chew. Sehingga banyak bahasa bagi wisatawan asing dapat berkomunikasi, selain dengan bahasa Indonesia. Banyak rumah – rumah masyarakat didirikan dengan model rumah panggung diatas air laut. Rumah – rumah yang dulunya kayu, sekarang sudah banyak direnovasi dengan menggunakan fondasi cor beton.
Salah satu yang menarik di Senggarang adalah Klenteng Tien Shang Miao. Kadang disebut vihara Pohon, atau Bayan Tree Temple. Menurut sejarah bahwa klenteng ini dibangun pada tahun 1811 oleh kapitan Cina Chiao Chen sebagai tempat tinggalnya. Setelah lama tidak dihuni, barulah masyarakat Senggarang menjadikannya sebagai tempat ibadah. Yang menarik dari Klenteng ini, sebagian besar atap dan bangunan telah dililit oleh akar pohon beringin/ ara. Bagian depan bangunan lama digunakan sebagai tempat ibadah.
Klenteng ini telah menjadi salah satu destinasi wisata di pulau Bintan, namun sayangnya lingkungan sekitarnya tidak mendukung untuk wisatawan. Mulai dari seperti ada pasar disekitar, banyak kios- kios yang kondisinya kotor. Ketika kami tiba disana kebetulan lagi libur Idul Adha, jadi tidak ada yang buka. Kemudian penduduk setempat duduk – duduk di jendela klenteng, yang tidak memperdulikan wisatawan datang untuk berfoto dengan klenteng yang unik ini. Sehingga keberadaan mereka sangat menganggu wisatawan. Kondisi ini memperlihatkan masyarakat sekitar tidak siap menerima wisatawan, Walaupun lokasinya sudah terkenal sekalipun. Ini catatan penting bagi seluruh stake holeder untuk memajukan industri wisata lokal. Demikian juga parkir sepeda motor di depan klenteng. Seperti di depan rumah sendiri. Padahal wisatawan datang ber bus – bus untuk berfoto di klenteng ini.
Saya mulai bermimpi dengan adanya cafe yang autentik, klasik dan nyaman disekitarnya. Sehingga wisatawan dapat bersantai sejenak menghilangkan kepenatan dan panasnya cuaca. Apalagi dengan pemandangan yang sudah dekat laut. Bangunan sekitar yang tidak perlu, diratakan. Tempat jualan souvenir dan kuliner lokal dibuat rapi disekitarnya. Wisatawan punya tempat untuk menghabiskan uang yang dia bawa.
Bagus sekali infomasi nya.. sukses selalu bro Petrus Loo…
makasih bang. anda memang layak dapat merchandise nya klayapan