Berbagi di Kala Pandemi
Pada saat pandemi, semua profesi mengalami benturan yang sangat keras, termasuk tentu saja para fotografer terutama yang berafiliasi dengan perusahaan event organizer yang bergerak di dunia perhelatan seperti konser musik, pernikahan, pameran dan olahraga. Job yang biasanya memenuhi kalender, berguguran satu persatu karena pembatalan dan pembatasan. Rejeki menjadi tak menentu dan bahkan DP yang sudah diterima harus dikembalikan pada klien karena tak tahu kapan acara bisa diselenggarakan.
Dibalik cerita sedih itu, masih ada militansi dan jiwa solidaritas diantara para pelaku dan pecinta fotografi. Mereka memanfaatkan momen untuk meningkatkan silaturahmi dan meningkatkan mutu. Caranya? Bikin pertemuan online webinar melalui berbagai platform dari yang profesional hingga ke media sosial, mereka yang dianggap memiliki keahlian dan pengalaman berbeda, didapuk untuk menjadi pembicara, yang lain menonton dan mendengarkan.
Pembicaranya tidak main-main, mulai dari yang paing senior sampai yang paling jauh lokasinya dari tanah air dan dianggap punya pengalaman berbeda, diminta mengisi.
Salah satu yang paling rajin mengkoordinir kegiatan ini adalah Pak Petrus Loo dari Medan, yang dikenal sebagai koordinator untuk berbagai kegiatan hunting foto bagi para penghobi fotografi dan dipercaya berbagai brand kamera ternama karena diangap mampu mendeliver kegiatan dan mengangkat image sebuah brand.
Saat covid-19 terjadi, semua kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas luar ruang dan berbau kumpul-kumpul harus tiarap.
“Saya lalu berninisiatif mengadakan webinar mingguan untuk silaturahmi dan sharing saja, tadinya iseng –iseng tahu-tahu kok jadi hampir tiap hari dan ini sudah edisi 43, pembicara yang tampil juga dari mulai yang senior sampai yang jauh jauh di Jepang dan Rusia, termasuk kamu dari Italia, “ujarnya pada saya.
Pak Petus tidak sendirian, ada beberapa fotografer senior yang mengawal dan membantunya menjadi moderator juga kadang menjadi pembicara, yang jelas sumbangan dan dedikasi mereka pada waktu dan presentasi karya sangat menakjubkan bagi saya.
Misalnya mbak Raiyani Muharramah yang sangat sering menjuarai berbagai kompetisi fotografi, santai membagikan resep dan rahasia-rahasia kemenangannya, saya melongo saja melihat karya karyanya yang spektakuler. Pantas dewan juri selalu memilihnya menjadi juara. Lalu ada lagi Pak Gatot yang sebetulnya pejabat di lingkungan kementrian keuangan, tapi skill motretnya luar biasa sehingga ia menjadi duta sebuah brand besar sehingga kami dimungkinkan untuk bertemu di Milan, beberapa tahun lalu.
Belum lagi mbak Lili Aini yang membagikan tips dan trik memotret upacara pernikahan dan bagimana fotografer perempuan memiliki peran istimewa di bidang ini.
Satu lagi pengusaha di bidang fotografi yang baiknya luar biasa adalah om Hartono Kurniawan Halim pemilik toko Focus Nusantara yang banting setir dari bisnis mesin foto copy ke bisnis fotografi. Tokonya selalu sibuk mensponsori kegiatan fotografi, termasuk saat pandemi, kegiatan sponsor tak berhenti.
Saya pribadi mengenal fotografi karena kampus dan sebagai jurnalis saya berusaha melengkapi artikel saya dengan foto, tapi secara profesi saya tidak pernah menduduki posisi fotografer, hanya saja saya sangah suka memotret.
Sebagai non fotografer, saya hanya dapat ilmu memotret dari bangku kuliah yang saat itu, semua masih serba analog termasuk mencuci klise di ruang gelap. Dari kantor, saya tidak diberi pembekalan memotret, juga tidak dibekali kamera. Bergabung dengan penghobi foto, memungkinkan saya untuk mendapat wawasan tetang memotret dan memilih kamera dan saya mempertimbangkan fotografi sebagai hobi.
Satu hal yang saya perhatikan, dari pergaulan dengan komunitas fotografi ini, para jagoan malah tidak pernah pelit untuk membagi ilmu mereka. Tidak ada takut kehilangan klien atau kehilangan pamor karena membagikan resep memotret mereka dan tak jarang mereka bagikan ilmunya cuma – cuma, tak sekedar teori, sampai praktek segala, saat pandemi, kebiasaan ini terus berlangsung, jalannya ya lewat platform digital dan koneksi internet.
Sejak dahulu, para fotografer senior ini selalu menitikberatkan pada skill seseorang, bukan kameranya. Meski kalau kita dengarkan lebih jauh, mereka akan memaparkan kelebihan dan kekurangan sebuah brand atau sebuah jenis kamera dengan rinci dan detail, tapi keputusan membeli dan memilih kamera toh pada akhirnya ada pada jumlah saldo Anda hehe.
Kegiatan webinar fotografi juga dijalankan oleh mas Dodi Sandradi yang akrab dengan panggilan Oi, pembicara dan topiknya juga macam-macam, dengan pembicara senior yang pengalamannya luar biasa, Arbain Rambey dan termasuk kisah misterius tentang hilangnya anak Rockefeller di tanah Papua yang dibawakan oleh fotografer senior Don Hasman.
Selain wadah webinar, berita bagus juga muncul dari Fotografer.Net, sebuah website yang mewadahi penghobi foto di tanah air, mas Valens Riyadi beserta teamnya mengumumkan web ini eksis kembali setelah menjalani terapi yang sangat besar untuk menhidupkan kembali server-server mereka.
Bagi para penghobi foto, Fotografer.Net adalah legenda, website ini menjadi salah satu platform yang mampu mengumpulkan penghobi foto di seluruh penjuru tanah air, termasuk yang mukim di luar negeri dan bisa saling bersilaturahmi. Beberapa anggota yang bergabung sejak awal website ini berdiri menyebut diri sebagai angkatan pait dan mereka selalu rajin menjalin silaturahmi dan memberikan masukan-masukan cemerlang pada para pendatang baru.
Ceng-cengan soal alat, teknik, objek, aliran, jadi obrolan renyah setiap hari, tapi anehnya meski beradu keras, selalu diakhiri dengan tawa.
Di platform FB, muncul juga grup-grup baru misalnya memotret dengan kamera ponsel yang diprakarsai oleh fotografer Andi Lubis, grup ini sebetulnya dibuat sebelum pandemi, tapi saat pandemi, permintaan untuk bergabung semakin banyak dan hanya dalam tiba bulan terakhir, membernya bertambah, sekarang sudah hampir 30.000.
Menurut Andi Lubis, dia tergerak untuk membuat grup ini, karena beberapa tahun terakhir, ponsel memiliki fitur kamera yang semakin canggih dan bahkan punya fitur manual layaknya kamera biasa.
“Handphone menjadi alternatif baru dalam mengambil gambar dan banyak dari mereka tidak tahu bagaimana memotret, melalui grup ini diharapkan kita bisa belajar bersama-sama untuk mengambil foto yang maksimal, dengan alat yang sederhana,” ujarnya.
Kesabaran menjadi diuji saat mengasuh sebuah grup yang beranggotakan ribuan anak-anak bau kencur (bahasa kekiniannya : alay) pertanyaannya macam-macam mulai dari yang teknis sampai yang tidak ada hubungannya dengan fotografi, yang ini jelas kena tendang keluar dari grup. Mereka yang juga kasar dan porno, juga tidak diperkenankan ada dalam grup. ebuah kerja keras yang terus menerus.
Dedikasi apa namanya kalau bukan karena mereka cinta pada satu hal yang sama yaitu fotografi?