Menyusuri Lorong Waktu di Turkiye

Setelah sekian lama hanya bisa mengenal Negara Kebab lewat National Geografic, akhirnya pada bulan  April 2015, saya berkesempatan mengunjungi negara yang secara geografis berada diantara perbatasan Eropa dan Asia ini. Berada diantara dua benua membuat Turki atau Turkiye seakan menjadi dunia yang terbelah menjadi dua kubu, religius dan sekuler, kuno juga modern, dan yang pasti Timur dengan Barat. Negara yang menghadiahkan bunga Tulip kepada Belanda ini tetap masih menyisakan beraneka ragam Tulip yang bermekaran di setiap sudut kota pada musim semi.

ISTANBUL

Istanbul di Musim Semi

Istanbul adalah kota terbesar di Turki dengan kemacetan lalu lintas yang tidak kalah dengan Jakarta. Kota yang dulu bernama Konstantinopel ini juga sering disebut Kota Seribu Menara atau Kota Tujuh Bukit.  Sebutan ini memang sesuai dengan strtuktur kota Istanbul yang unik dengan jalan yang naik turun karena tanah yang berbukit., ditambah dengan bangunan-bangunan kuno yang bersejarah dengan pilar-pilar Romawi peninggalan zaman Byzantium yang memerintah di zaman Turki Kuno selama hampir seabad.

Lokapi Palace

Yang paling menarik, bekas ibu kota Turki ini terbelah oleh Dunia Barat dan Dunia Timur yang kemudian terhubung kembali oleh Jembatan Bophorus diatas Selat Bophorus, selat yang mempertemukan Laut Hitam dengan Laut Marmara.

Celus Library Ephesus

Istanbul juga pernah menjadi lokasi pertempuran Perang Salib (1096-1291) dan selama berabad-abad menjadi pusad pemerintahan tiga kerajaan besar, Bizantium, Romawi dan Ottoman.  Untuk alasan inilah Istanbul menjadi salah satu kota yang memiliki keanekaragaman sejarah terkaya di dunia yang bisa kita temui di “Area Bersejarah Istanbul”, yang sering disebut Old Town. Salah satunya Topkapi Palace, istana megah yang dulu merupakan kediaman utama dari Sultan Ottoman selama kurang lebih 400 tahun, Yang membuat istana atau museum ini menjadi situs sejarah yang penting dikunjungi adalah karena di dalamnya tersimpan banyak peninggalan suci dari dunia Muslim seperti jubah dan pedang Nabi Muhammad SAW. Situs Warisan Dunia UNESCO ini tidak hanya menyuguhkan benda-benda bersejarah, tetapi dari pendopo istana ini kita juga bisa melihat pemandangan Selat Bophorus yang indah dengan wara wirinya kapal.

Bebatuan Goreme Yang Dibuat Menjadi Biara

Dari Topkapi Palace, kita cukup berjalan kaki sekitar 10 menit ke Hagya Sophia, Museum artistik iyang merupakan landmark Istanbul. Orang Turki menyebut bekas gereja katedral terbesar di dunia ini Aya Sofya yang artinya “Kebijaksanaan Suci”. Museum ini merupakan saksi bisu jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani, yang kemudian merubahnya menjadi mesjid. Hingga tahun 1934,  pemerintah Turki yang sekuler merubah lagi fungsinya menjadi museum. Hagya Sophia boleh dikatakan satu-satunya bangunan di dunia yang menampilkan simbol agama Islam dan Kristen secara berdampingan.

Hagya Sophia

Masih di area yang sama, terlihat juga  Sultan Ahmed Mosque yang lebih dikenal dengan nama Blue Mosque karena kubahnya berhiaskan keramik berwarna biru begitu juga interiornya, uniknya mesjid terbesar di Turki ini mempunyai enam menara ramping yang menjulang tinggi menghiasi cakrawala. Konon, mesjid ini dibangun oleh Sultan Ahmed untuk menandingi popularitas Hagya Sophia. Untuk menunjukkan rasa hormat, wisatawan harus berpakaian sopan dan kaum wanita wajib memakai kerudung ketika memasuki mesjid. Mesjid Biru sampai hari ini masih berfungsi sebagai tempat ibadah.

Blue Mosque

EPHESUS
Dari Istanbul ke Ephesus, saya seakan dibawa melintasi Dunia Kuno ke dunia yang jauh lebih kuno. Kota yang tercatat di Tujuh Keajaiban Dunia Lama ini terletak tidak jauh dari kota kecil Selcuk. Ephesus merupakan kota kedua terbesar di dunia setelah Roma pada abad pertama Masehi. Mengunjungi Ephesus tidak hanya sekedar melihat onggokan puing-puing namun ibarat mesin waktu yang mengantar imajinasi kita ke kehidupan kejayaan Yunani kuno. Kota Purba ini pernah hancur oleh gempa sehingga tidak heran kita menjadi sulit menemukan bangunan yang masih utuh wujudnya. Menyusuri Curetes Street yang dulunya merupakan jalan utama di Ephesus, saya terkesima memandang pahatan kepala Dewi Medusa yang dalam mitologi Yunani dipercaya sebagai Dewi Pelindung dari roh jahat. Medusa adalah wanita cantik berambut ular, dan barang siapa yang menatap matanya akan berubah menjadi patung. Kisah dewi ini sudah banyak difilmkan dengan berbagai versi. Membayangkan betapa patung ini dulu di sembah oleh jutaaan orang otomatis membuat saya harus menunjukkan rasa hormat dengan tidak sembarangan menduduki batu-batu tua di sekitarnya.

Great Theatre Ephesus

Kalau pada zaman dulu Curetes Street menjadi pusad aktifitas penduduk Ephesus, sekarang jalan ini dibanjiri oleh wisatawan manca negara sehingga kota yang tinggal puing ini sekan dihidupkan kembali.

Namun sisi yang paling menarik dan paling fotogenik dari keseluruhan Kota ini adalah Library of Celcus, yang dulu merupakan perpustakaan. Bangunan ini memang sudah tidak utuh, bahkan pernah runtuh, namun proyek rekonstruksi dari pemerintah Turki berhasil membangun kembali bagian depan perpustakaan ini. Hasilnya sangat mengagumkan sehingga menjadi lokasi favorit wisatawan untuk berfoto.

Dewi Medusa

Tidak jauh dari Library of Celcus, kita akan tiba di Great Theatre Ephesus. Gedung theatre yang mampu menampung 25 ribu penonton ini sampai sekarang masih sering digunakan untuk berbagai pementasan seni. Bahkan penyanyi sekelas Elton John saja pernah menggelar konser di theatre kuno ini pada tahun 2001. Theatre megah ini dibangun di tepi lereng gunung yang menghadap ke Laut Mediterania. di theatre inilah dulu para gladiator harus bertarung sampai mati hanya untuk menjadi tontonan hiburan warga Ephesus. Dan mengenai gladiator yang bertarung dengan singa ala film-film kolosal masih menjadi pertanyaan besar bagi saya karena Turki atau Yunani Kuno tidak memiliki satwa buas ini.

CAPPADOCIA
Mengunjungi Cappadocia atau Kapadokya dalam Bahasa Turki, khususnya Goreme Open Air Museum dan Underground City Kaymakli, saya seakan dibawa oleh mesin waktu ke Zaman Batu.

Lembah Goreme yang spektakuler ini terdiri dari formasi bebatuan yang berasal dari material vulkanik selama jutaan tahun, terkikis oleh angin dan hujan  tanpa adanya campur tangan manusia sehingga terbentuk seperti menara dan pilar. Salah satu bentuk batunya yang terkesan  familiar adalah Fairy Chimneys. Disebut Cerobong Peri karena memang bentuknya persis cerobong asap , atau sekilas bisa terlihat seperti jamur raksasa. Dan oleh UNESCO, Cerobong Peri ini telah dimasukkan ke Situs Warisan Dunia.  Pada zaman Bizantium, sebagian bebatuan lembah ini dipahat menjadi biara serta rumah tempat tinggal.

Underground City

Masih juga di Zaman Batu, setelah Goreme, yang tidak kalah menakjubkan adalah Underground City Kaymakli. Jika Goreme berada di atas permukaan tanah, sebaliknya Kaymakli berada di bawah tanah. Terdapat 36 Kota Bawah Tanah di Cappadocia, namun Kaymakli adalah yang terluas. Konon Kota Bawah Tanah ini pertama kali dibangun oleh Bangsa Het jauh sebelum masehi. Mereka membangun dan memperluas kota ini sehingga mempunyai banyak terowongan selama berabad-abad. Demikian pintarnya manusia zaman dahulu, kota ini dibangun dengan ventilasi udara yang lengkap sehingga ketika berada didalam kita tidak akan kekurangan oksigen. Bahkan tempat penyimpanan makanan dan ruang khusus membuat anggur juga dibangun dengan cermat. Selain kamar tidur, dapur, ruang keluarga, ruang ibadah juga tidak ketinggalan. Yang paling hebat, tidak perduli musim panas maupun musim dingin, suhu udara di dalam Underground City senantiasa berkisar diantara 13 – 17 derajat celcius.

Selat Bhoporus Yang Terlihat Dari Tokapi Palace

Kota ini juga pernah digunakan oleh umat Kristiani yang bersembunyi dari kekejaman Kaisar Romawi, sehingga tidak heran akan kita jumpai terowongan sempit penuh trik tempat mereka melarikan diri jika seandainya kota ini diserbu.

Fairy Chimmey

Mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Turki dengan latar belakang yang berbeda membuka lebar mata saya untuk melihat kekayaan budaya dunia dan sangat terkesan dengan perpaduan dari tiga budaya besar (Yunani, Romawi dan Islam). Tampak nyata kerja sama yang baik antara rakyat dan pemeritah untuk menjaga sejarah dan budaya agar dapat dinikmati oleh wisatasan manca negara. Saya akan percaya jika ada yang mengatakan bahwa di Turki lah peradaban umat manusia pertama dimulai (available stock photo / images / foto)


Leave A Reply

Your email address will not be published.

Skip to toolbar