Explore Macau with Macau Government Tourist Office

Pelaut dari Fuji dan petani Guangdong dikenal sebagai orang-orang yang pertama kali menetap di Macau, yang kala itu dikenal dengan nama “Ou Mun” atau “gerbang perdagangan”. Karena lokasinya yang berada di hilir Sungai Pearl dari Guangzhou (Kanton). Menurut sejarah, kota pelabuhan ini merupakan bagian dari “jalan sutra” yang ramai disinggahi oleh kapal-kapal yang memuat kain sutra dari Roma.

Pada permulaan awal tahun 1550-an, Portugis tiba di Ou Mun, yang disebut “A Ma Gou” atau tempat A-Ma oleh penduduk setempat, sebagai penghormatan kepada Dewi Laut, yang kuilnya berdiri pada pintu masuk Pelabuhan Dalam. Bangsa Portugis mengambil nama tersebut yang lama kelamaan berubah menjadi Macau dan dengan seijin para penguasa China Guangdong, sebuah kota didirikan dalam waktu singkat dan menjadi pintu gerbang terkemuka antara China, Jepang, India dan Eropa.

Setelah Perang Opium tahun 1841, Hong Kong diduduki oleh Inggris dan kebanyakan para pedagang asing menginggalkan Macau dan menjadikannya tempat yang sepi. Walaupun demikian Macau tetap menjadi sebuah eksistensi multi budaya dan memanfaatkan bangunan-bangunan bersejarah dalam kesehariannya sehingga menjadi tempat persinggahan favorit untuk wisatawan mancanegara, penulis maupun para seniman.

“Pusat Sejarah Macau” merupakan saksi hidup dari perjalanan sejarah perpaduan keragaman budaya Timur-Barat yang sukses dan akan terus melanjutkan eksistensi kesuksesan ini. Perpaduan budaya ini mencerminkan keterbukaan China untuk beradaptasi dengan budaya Barat. Pada tanggal 15 Juli 2005, “Pusat Sejarah Macau” telah masuk dalam daftar Warisan Dunia dan tempat ke – 31 yang terletak di China. Pengakuan dunia ini membuat penduduknya bersemangat untuk terus melanjutkan dan menjaga kelestarian budayanya. Hal ini terlihat warisan arsitektur yang menjalinkan keaslian kota dalam bentuk jalanan dan alun-alun seperti Barra Square, St. Dominic Square, Company of Jesus Square dan Camoes Square. Alun -alun kota dan jalan utama ini menghubungkan lebih dari duapuluh monumen, termasuk kui A-Ma, Barak bergaya suku Moor, mandarin’s House, Gereja St. Lawrence, seminari dan gereja St. Josep, Dom Pedro V Theatre, Perpustakaan Robert Ho Tung, Gereja St. Augustine, Gedung “Leal Senado”, Sam kui vui kun (kuil Kuan Tai) , Holy House Mercy, Katedral, Lou Kan Mansion, Gereja St. Dominic, Reruntuhan St. Paul, Kuil Na Tcha, bagian dari Tembok Kota Lama, Bukit Benteng, Gereja St. Anthony, Casa Garden, Perkuburan Protestan dan Benteng Guia (termasuk Kapel dan Mercusuar Guia), yang semuanya dikenal dengan “Pusat Sejarah Macau”.

Dalam upaya mempromosikan negaranya, Macau Government Tourist Office (MGTO) memilih 15 orang fotografer dari berbagai daerah mewakili Indonesia untuk melihat lebih dekat objek wisata dan budaya yang ada di Macau, termasuk satu orang dari Medan. Rombongan fotografer Indonesia di pimpin langsung oleh Kristupa W. Saragih, founder Fotografer.net (website foto terbesar di Asia Tenggara) dan Agustinus Farano Gunawan, sedangkan MGTO reps diwakili oleh Ningsih A. Chandra. Rombongan di berangkatkan dari Jakarta menuju Hongkong dengan Cathay Pasific dengan layanan fasilitas extra VIP. Sehingga peserta merasa sangat nyaman selama berada di Macau. Event penting yang telah dijawadwalkan adalah mengabadikan acara lomba kembang api antar negara, acara yang dinamakan Macau International Firework Display Contest merupakan acara tahunan MGTO.

MACAU

Fishermen from Fujian and farmers from Guangdong were the first known settlers in Macau, when it was known as Ou Mun or “trading gate”, because of its location at the mouth of the Pearl River downstream from Guangzhou (Canton). During ancient times port city was part of the Silk Road with ships loading here with silk from Rome.

In the early 1550s, the Portuguese reached Ou Mun, which the locals also called A Ma Gao or “place of A Ma”, in honor of the Goddess of Seafarers, whose temple stood at the entrance to the sheltered Inner Harbor. The Portuguese adopted the name, which gradually changes into the name Macau, and with the permission of Guangdong’s rulers, established a city that within a short time had become a major port for trade between China, Japan, India, and Europe.

Following the Opium War in 1841, Hong Kong was established by Britain and most of the foreign merchants left Macau, which became a quaint, quiet backwater. Nevertheless, it has continued to enjoy a leisurely multicultural existence and make daily, practical use of its historical buildings, in the process becoming a favorite stopover for international travelers, writers, and artists.

“The Historic Centre of Macao” is living testimony to the assimilation and continued co-existence of eastern and western cultures over a unique chapter in history. It stands witness to successful East-West cultural pluralism, reflecting China’s persistent openness to the influx of western cultural concepts throughout that historic time frame. On 15 July 2005, “The Historic Centre of Macao” has been inscribed on the World Heritage List and making it the 31st designated World Heritage site in China. This international recognition will further raise community awareness and foster an appreciation of heritage values.

Encompassing architectural legacies interwoven in the midst of the original urban fabric that includes streetscapes and piazzas, such as Barra Square, Lilau Square, St. Augustine’s Square, Senado Square, Cathedral Square, St. Dominic’s Square, Company of Jesus Square and Camoes Square. These major urban squares and streetscapes provide the linkage for a succession of over twenty monuments, including A-Ma Temple, Moorish Barracks, Mandarin’s House, St. Lawrence’s Church, St. Joseph’s Seminary and Church, Dom Pedro V Theatre, Sir Robert Ho Tung Library, St. Augustine’s Church, “Leal Senado” Building, Sam Kai Vui Kun Temple, Holy House of Mercy, Cathedral, Lou Kau Mansion, St. Dominic’s Church, Ruins of St. Paul’s, Na Tcha Temple, Section of the Old City Walls, Mount Fortress, St. Anthony’s Church, Casa Garden, the Protestant Cemetery and Guia Fortress (including Guia Chapel and Lighthouse) altogether known as “The Historic Centre of Macao”.

In efforts to promote its country, the Macau Government Tourist Office (MGTO) elected 15 photographers from various regions as a representative from Indonesia to have a closer look and cultural attractions in Macau, including one photographer from Medan. The Indonesia photographers team was led by Kristupa W. Saragih, founder of Fotografer.net (the biggest website in Southeast Asia) and Augustine Farano Gunawan, while representative of MGTO was represented by Ningsih A. Chandra. The team was departed from Jakarta to Hong Kong with Cathay Pacific in business class. This is to give the team to enjoy the comfortable during their journey and will arrive at destination feeling completely rejuvenated. One of the events in Macau they joined was to take great shots of fireworks competition amongst countries. This event is called the Macau International Fireworks Display Contest that is an annual event of MGTO.

2 Comments
  1. Romo Farano says

    Hahaha.. my name being mentioned.. xie xie..

    1. PETRUS LOO says

      hahahaha … ini tulisan yg sudah lama sekali …

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Skip to toolbar