Negeri Laskar Pelangi, Belitong
Negeri Laskar Pelangi, Belitong – Belitung atau Belitong, demikian penduduk setempat biasa memanggil pulau yang terkenal sebagai penghasil timah ini. Sejak dibuatnya film Laskar Pelangi yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata, pulau yang mempunyai pantai berpasir putih dengan formasi batu granitnya yang mempersona kemudian terkenal dengan sebutan Negeri Laskar Pelangi.
Dengan pantai yang landai serta berpasir putih halus, dan air laut yang bening, Belitung sering disamakan dengan Maladewa. Tak heran pulau ini kemudian dijuluki Maldiven Van Andalas atau Maladewa-nya Sumatera. Fenomena gerhana matahari total pada 9 Maret 2016 yang lampau membuat pulau ini semakin menarik minat pengunjung dari manca negara. Bagi rakyat Indonesia, pulau yang secara geografis terletak di pesisirTimur Sumatera ini semakin memukau dengan hadirnya Putra Belitung yang meramaikan panggung politik Indonesia, Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok.
Belitung menjadi pilihan ketika saya dan teman-teman APSA86 (Alumni Perguruan Sultan Agung 86) merencanakan traveling bersama. Selain ingin mengunjungi Kampung Ahok, kami juga ingin mencicipi makanan setempat, dan bagi yang berjiwa petualang, Belitung menawarkan paket komplit wisata bahari yang populer dengan istilah island hopping.
Penerbangan dari Jakarta menuju Belitung hanya memakan waktu empat puluh lima menit. Ketika Pilot mengambil ancang-ancang mendarat di Bandar Udara H.A.S Hanandjoeddin atau sering juga disebut Bandar Buluh Tumbang, dari balik jendela pesawat kita bisa melihat danau-danau kecil yang airnya kebiruan. Pemandangan indah itu membersitkan sedikit rasa miris di hati saya. Keindahan ini terjadi karena kelalaian manusia yang telah merusak natur alaminya. Sungguh ironis. Danau-danau kecil itu adalah lubang bekas galian pertambangan timah selama ratusan tahun. Lubang galian yang ditinggalkan begitu saja oleh para Penambang malah sekarang menjadi salah satu objek wisata di Belitung. Masyarakat disana menyebutnya Danau Kaolin. Belitung memang tidak mempunyai danau alamiah.
Hari Pertama
Begitu tiba di Belitung. kami langsung pergi mengunjungi Sekolah SD Muhammadiyah Gantong yang merupakan lokasi shooting film Laskar Pelangi di Belitung Timur. Sekolah ini hanyalah replika yang dibangun untuk keperluan film Laskar Pelangi. Bangunan sekolah terlihat reyot dengan dinding yang berlubang, cat yang sudah memudar dan atap seng yang bocor disana sini. Jika dilihat dari jauh, tampak seperti bangunan tua di atas bukit pasir dan kurang memadai untuk menunjang kegiatan sebuah sekolah. Saya membayangkan besarnya tantangan yang dihadapi Ikal (nama kecil Andrea Hirata) dan teman-temannya untuk belajar disini. Karena lokasinya yang jauh dari kota Tanjung Pandan, para wisatawan jarang menyempatkan diri berkunjung ke sekolah ini. Sebagai penggemar novel Andrea Hirata, mengunjungi sekolah SD ini walaupun hanya berupa replika adalah sesuatu yang sangat berkesan bagi saya. Sayang sekali kami tidak sempat mengunjungi museumnya.
Dari SD Muhammadiyah kami meluncur ke Kampung Ahok yang berada di Kota Manggar, Belitung Timur. Ke Belitung belum afdol jika tidak mengunjungi Manggar. Selain merupakan kota kelahiran Ahok, kota ini sangat unik karena dimana-mana akan kita temui warung kopi, dan pada tahun 2011 bahkan pernah diselenggarakan kompetisi minum kopi yang diikuti oleh ribuan peserta, jadi tidak heran jika kota kecil ini kemudian dijuluki sebagai Kota Seribu Satu Warung Kopi.
Kampung Ahok di Manggar adalah tempat wisata yang mendadak terkenal karena kecipratan popularitas Ahok. Disana kita bisa mengunjungi rumah masa kecil Ahok yang sekarang didiami oleh ibunda dan adiknya. Rumah Ahok sering dibuka untuk wisatawan yang ingin melihat keadaan rumah serta berkenalan dengan anggota keluarga Ahok, sayang sekali ketika kami disana, Ibunda Ahok sedang berada di Jakarta dan rumah terlihat sunyi dan terkunci. Di Kampung Ahok kita bisa berbelanja oleh-oleh khas Belitung seperti kopi Manggar, madu, lada, berbagai cendera mata hingga Batu Satam, sejenis batu meteorit yang dipercaya bisa menolak bala dan hanya ada di Bumi Laskar Pelangi ini.
Dari Kampung Ahok kami menyempatkan diri mengunjungi Vihara Dewi Kwan Im yang berlokasi di Desa Burung, Belitung Timur. Vihara tertua sekaligus terbesar ini merupakan salah satu ikon wisata di Belitung yang wajib dikunjungi. Selain tempat beribadah bagi umat Buddha, vihara ini juga menyimpan banyak sejarah. Menariknya vihara yang mempunyai banyak anak tangga ini terletak di perkampungan muslim, bukan di perkampungan etnis Tionghoa sebagaimana biasanya vihara dibangun. Vihara Kwan Im San (Gunung Kwan Im), demikian penduduk setempat menamainya, adalah bukti nyata kerukunan hidup beragama di Belitung memang patut diacungi jempol.
Hari Kedua
Hari kedua di Belitung, kami memulai tur pulau. Karena keterbatasan waktu, terpaksa hanya memilih beberapa pulau yang paling banyak dikunjungi. Dari dermaga kami menuju Pulau pasir dengan kapal kayu bermesin ketinting. Sesuai dengan namanya, pulau ini hanya berupa gundukan pasir putih dan muncul ketika air laut sedang surut. Di pulau berdiameter tidak lebih dari 10 meter ini kita bisa melakukan aktifitas snorkling dan mencari bintang laut. Pulau lain yang tidak kalah menarik adalah Pulau Burung, dinamakan demikian karena di pulau ini terdapat bongkahan batu granit unik yang bentuknya menyerupai kepala burung Garuda.
Pulau primadona yang wajib dikunjungi adalah Pulau Lengkuas. Pulau terluar dari gugusan pulau-pulau di Belitung ini memang mempunyai keistimewaan. Di pulau ini terdapat mercusuar peninggalan Kolonial Belanda yang masih berfungsi dengan baik, dibangun pada tahun 1882 dengan tinggi 70 meter, mercusuar ini menjadi landmark Pulau Lengkuas. Wisatawan bisa menikmati sensasi pemandangan Negeri Seribu Pelangi dari puncak mercusuar, tentu saja hanya disarankan kepada wisatawan yang memiliki kondisi fisik yang baik. Mercusuar selalu menginspirasi bagi saya, berdiri kokoh, bersinar dan menuntun yang tersesat menemukan destinasinya.
Dalam perjalanan pulang, kami singgah ke Pulau Kepayang yang merupakan pulau terbesar diantara belasan gugusan pulau. Masyarakat setempat menyebutnya Pulau Babi. Jangan salah, walaupun dinamakan Pulau Babi, di pulau ini sama sekali tidak ada babi malahan banyak penyu. Memiliki pantai berpasir putih bersih dan lembut bak tepung, penyu-penyu menjadi senang mengunjunginya dan bertelur disana.
Pulau Kepayang merupakan tempat penangkaran Penyu Sisik, jenis penyu raksasa yang sudah langka akibat diburu oleh manusia. Penangkaran Penyu di pulau berbatu granit besar ini terbuka untuk umum. Wisatawan cukup membayar Rp.10.000,- untuk tiket masuk dan dapat berfoto dengan Penyu Sisik dewasa.
Hari Ketiga
Pada hari ketiga kami memiih perjalanan yang agak santai yakni mengunjungi Pulau Lebong. Tetapi sebelumnya kami singgah dulu ke Pantai Tanjung Tinggi untuk berfoto. Pantai ini lebih dikenal dengan nama Pantai Laskar Pelangi karena merupakan salah satu lokasi shooting film.
Pulau Lebong adalah sebuah pulau pribadi milik salah satu anggota DPD RI. Pulau yang dikelilingi oleh pantai pasir putih ini masih sangat terjaga baik. Pulau ini nampak hijau karena dipenuhi dengan pepohonan yang rimbun. Pulau Lebong belum banyak dikunjungi oleh wisatawan karena baru dibuka untuk umum. Pulau ini cocok bagi yang ingin melarikan sejenak dari hiruk pikuk kota. Berwisata ke Pulau Lebong, kita seakan berada di pulau sendiri karena suasananya yang sepi. Kegiatan yang bisa dilakukan di pulau terpencil ini adalah bermain banana boat atau kayak selain bersepeda. Bagi yang ingin menginap, tersedia cottage kayu yang berupa rumah pohon yang berpadu dengan lingkungan yang asri. Dan bagi yang ingin mencari penginapan dengan harga lebih terjangkau, tersedia tenda-tenda besar yang muat puluhan orang dengan faslitas toilet diluar tentunya.
Hari Ke-empat
Pada hari terakhir di Belitung, tidak banyak yang bisa kami lakukan karena harus mengejar pesawat tengah hari untuk balik ke Jakarta. Setelah check out dari hotel, kami mengunjungi toko-toko yang menjual oleh-oleh khas Belitung sepeti kerupuk ikan dan bakso ikan. Dan dalam perjalanan menuju bandara, kami singgah ke Danau Kaolin yang kebetulan sejurusan dengan arah ke bandara untuk mengambil foto. Semua dilakukan dengan tergesa-gesa agar kami tidak ketinggalan pesawat.
Empat hari menjelajahi Negeri Laskar Pelangi bersama menyisakan kenangan manis tak terlupakan bagi APSA86 dan tentu saja semakin mempererat persahabatan kami yang sudah terbina puluhan tahun. Semoga kami masih berkesempatan kembali bersama untuk menjelajahi pulau-pulau indah lain di Negeri Laskar Pelangi.
Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu (Andrea Hirata)